Kata mewakilkan diartikan sebagai "menyerahkan, membiarkan, serta merasa cukup"
(pekerjaan tersebut dikerjakan oleh seorang wakil).
Dalam menjadikan Allah SWT sebagai wakil atau bertawaqal kepada-Nya, manusia dituntut terlebih dahulu untuk melakukan sesuatu yang berada dalam batas kemampuannya. Dengan kata lain, manusia dituntut untuk berusaha. Karena itu, tawaqal tidak boleh dilakukan sebelum adanya usaha dari manusia, dan memang dalam berusaha itu manusia harus meminta pertolongan kepada Allah swt.
Membaca Do'a yang dianjurkan untuk dilakukan setiap memulai satu pekerjaan pada hakikatnya adalah permohonan bantuan-Nya, di mana tanpa bantuan-Nya manusia tidak akan mampu melakukan sesuatu. Permohonan bantuan adalah permohonan agar dipermudah apa yang tidak mampu diraih oleh yang bermohon dengan upayanya sendiri. Para ulama mendefinisikan sebagai "Penciptaan sesuatu yang dengannya menjadi sempurna atau mudah pencapaian apa yang diharapkan."
Seorang sahabat menemui Nabi saw di masjid tanpa terlebih dahulu menambatkan untanya. Ketika Nabi saw menanyakan hal tersebut, dia menjawab, "Aku telah bertawakkal kepada Allah." Nabi Saw meluruskan tentang arti tawakkal dengan bersabda: "Tambatkanlah terlebih dahulu (untamu), kemudian setelah itu bertawakkalah." (HR. At-Tirmidzy).
Memang dalam Alquran banyak sekali perintah untuk beramal/berusaha, juga bertawaqal. Tidak mungkin keduanya bertentangan. Ia merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Untuk menguji kebenaran tesis di atas, mari kita melihat uraian Al-Qur'an tentang tawaqal.
Perintah bertawaqal bukannya menganjurkan agar seseorang tidak berusaha atau mengabaikan hukum-hukum "sebab-akibat." Tidak! Bertawaqal ialah menjadikan Allah sebagai wakil, sehingga mengharuskan seseorang meyakini bahwa Allah yang mewujudukan segala seuatu yang terjadi di alam raya ini, sebagaimana dia harus menjadikan kehendak dan tindakannya sejalan dengan kehendak dan ketentuan Allah SWT.
Seseorang muslim dituntut untuk berusaha sambil berdoa dan setelah itu ia dituntut lagi untuk berserah diri kepada Allah. Ia dituntut melaksanakan kewajibannya, kemudian menanti hasilnya sebagaimana kehendak dan ketetapan Allah.
Anda harus berusaha dalam batas-batas yang dibenarkan, disertai dengan ambisi yang meluap-luap untuk meraih sesuatu. Tetapi, jangan ketika Anda gagal meraihnya, Anda meronta atau berputus asa serta melupakan anugerah Tuhan yang selama ini Anda capai.
Tawaqal adalah buah iman kepada Allah Yang Maha Kuasa, karena itu kesempurnaan iman ditandai oleh tawaqal. Dalam Surah Al-Maidah [5]:23 yang penulis kutip di atas, jelas sekali keterkaitan antara iman dan tawaqal dalam firman-Nya: "Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang-orang yang mukmin."
Demikian juga firman-Nya dalam Surah Yunus [10]: 84. Di sana Allah mengabadikan ucapan Nabi Yunus as yang berkata kepada kaumnya: "Jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawaqalah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri."
Seorang muslim berkewajian untuk menimbang dan memperhitungkan segala segi sebelum ia melangkahkan kaki. Tetapi, bila pertimbangannya meleset, maka ketika itu (akan tampil di hadapannya) Allah swt yang dijadikannya "Wakil", sehingga ia tidak larut dalam kesedihan dan keputusasaan, karena ketika itu ia yakin bahwa "Wakilnya" telah bertindak dengan sangat bijaksana dan menetapkan untuknya pilhan yang terbaik.
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula sebaliknya) kamu mencintai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." (QS. 2:216).
Dengan perintah bertawaqal, Al-Qura'n menghendaki agar umat Islam hidup dalam realitas yang menunjukkan bahwa adanya usaha tak mungkin tercapai harapan, dan tak ada gunanya berlarut dalam kesedihan jika realita tidak dapat diubah lagi.
"Hadapilah kenyataan. Jika kenyataan itu tidak berkenan di hati Anda atau tidak sesuai dengan harapan Anda, maka usahakanlah agar Anda menerimanya." Demikian ungkapan seorang 'arif.
Tentu masih banyak uraian dan aspek, dari tawaqal yang dikemukakan oleh para pakar, termasuk aneka pengertian dan penerapannya. Namun demikian, semoga apa yang dipaparkan di sini dapat memberi gambaran umum tentang makna tawaqal serta kesalahpahaman umum yang selama ini.
Demikian, Wallahu A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran boleh Kita Tautkan disini Sahabat